Five Minutes merupakan salah satu yang paling konsisten bertahan di tengah perubahan zaman dan selera pasar.
Baca juga : Celtic Football Club Sepak Bola Skotlandia
Baca juga : band element Grup Band Pop Rock Indonesia
Baca juga : Putri Titian Artis Remaja sosok ibu inspiratif
Baca juga : Glasgow Rangers Kisah Panjang Klub Skotlandia
Baca juga : Wisata Kota Subang Budaya Tanah Sunda
Baca juga : Reynaldy Putra Andita pemimpinan Muda
Berawal dari semangat anak muda Bandung pada pertengahan 1990-an, band ini berhasil membangun reputasi sebagai kelompok musik dengan karakter kuat, lagu-lagu emosional, dan loyalitas penggemar yang tinggi,Meski mengalami berbagai dinamika, mulai dari pergantian personel hingga perubahan gaya musikal, Five Minutes tetap eksis selama lebih dari tiga dekade.
Asal dan Pembentukan
Five Minutes lahir dari kreativitas dua sahabat asal Bandung, yaitu Ricky Tjahyadi (keyboard) dan Drie Warnanta (bass). Keduanya telah aktif bermusik sejak awal 1990-an, sering tampil di kafe dan acara kampus di sekitar Bandung. Mereka kemudian memutuskan untuk membentuk band yang lebih serius pada tahun 1994, dengan cita-cita menghadirkan warna baru di musik pop rock Indonesia.
Nama “Five Minutes” sendiri muncul secara spontan. Dalam berbagai wawancara, Ricky pernah menjelaskan bahwa proses perekrutan anggota band baru kala itu terjadi hanya dalam waktu lima menit. Dari situlah tercetus nama unik yang kelak dikenal luas di industri musik nasional.
Formasi awal Five Minutes terdiri atas:
- Ricky Tjahyadi – keyboard
- Drie Warnanta – bass
- Sanny – vokal
- Sonny – gitar
- Dicky – drum
Dengan formasi ini, Five Minutes mulai menapaki panggung musik profesional.
Langkah Awal dan Pengakuan Publik
Debut besar mereka terjadi ketika memenangkan Festival Band Se-Jawa Barat dan DKI Jakarta, mengalahkan lebih dari 100 peserta lain. Kemenangan ini membuka pintu menuju industri rekaman nasional.
Tak lama kemudian, mereka merilis album perdana berjudul Five Minutes (1995). Album ini memperkenalkan gaya khas mereka: kombinasi lirik melankolis, aransemen pop rock ringan, serta nuansa musikal yang mudah diterima publik. Lagu-lagu seperti “Selamat Tinggal” mulai dikenal luas di radio-radio lokal.
Pada masa awal, Five Minutes juga dikenal karena penampilan panggungnya yang nyentrik. Mereka kerap tampil mengenakan sarung dan baju gombrong, menjadikan mereka mudah dikenali di antara band-band lain yang lebih konvensional. Menurut Ricky, kain yang sering dianggap sarung itu sebenarnya adalah flanel besar yang mereka gunakan untuk menciptakan citra khas, bukan sekadar gimmick.
Perubahan Formasi dan Dinamika Internal
Perjalanan Five Minutes tidak selalu mulus. Setelah album ketiga, Ouw! (1997), drummer Dicky memutuskan hengkang. Kekosongan posisi tersebut membuat Ricky banyak menangani aransemen drum secara digital, sedangkan saat tampil live, mereka menggunakan drummer tambahan.
Perubahan besar berikutnya terjadi setelah perilisan album The Best + 5 (2004). Dua personel awal — Sanny (vokal) dan Sonny (gitar) — memilih mundur. Kepergian mereka sempat menimbulkan spekulasi bahwa Five Minutes akan bubar. Namun Ricky dan Drie menolak menyerah.
Pada 2006, mereka merekrut tiga anggota baru:
- Richie Setiawan (vokal),
- Roelhilman (gitar),
- Aria Yudhistira (drum).
Formasi inilah yang membawa Five Minutes kembali ke peta musik nasional dan menandai era baru yang disebut banyak pengamat sebagai “era kebangkitan Five Minutes.”
Era Rockmantic: Rebranding dan Kesuksesan Baru
Dengan formasi baru, Five Minutes merilis album Rockmantic (2007) di bawah label GP Records. Album ini menjadi tonggak penting dalam karier mereka. Secara musikal, Rockmantic menampilkan sisi lebih matang dan dinamis, memadukan elemen pop, rock, dan romantika khas Five Minutes.
Single utama “Bertahan” langsung mencuri perhatian publik. Lagu ini menduduki peringkat atas di berbagai tangga lagu radio nasional, sementara video klipnya sering diputar di stasiun televisi musik seperti MTV Indonesia dan O Channel. “Bertahan” juga menjadi lagu wajib di konser-konser mereka hingga kini.
Perubahan paling mencolok terjadi pada citra visual band. Mereka meninggalkan penampilan khas bersarung dan menggantinya dengan gaya yang lebih modern dan maskulin. Keputusan ini merupakan strategi sadar untuk menyesuaikan diri dengan perubahan selera publik dan tren musik saat itu.
Dalam wawancara dengan Detik Hot (2007), Ricky menyebut,
“Kami ingin menunjukkan bahwa Five Minutes bisa lebih dewasa dan energik tanpa kehilangan karakter romantis kami.”

Eksperimen dan Evolusi Musik
Setelah kesuksesan Rockmantic, Five Minutes terus merilis karya baru dengan berbagai eksperimen musikal.
- Semua Ini Sendiri (2009) menampilkan lagu-lagu dengan aransemen lebih kompleks dan tema lirik introspektif.
- Satu Hati (2010) melanjutkan nuansa romantik namun dengan sentuhan modern rock.
- Pada 2011, mereka merilis album ke-9 yang dikenal dengan sentuhan Latin Rock dan penggunaan instrumen etnik Indonesia. Salah satu lagu dalam proyek tersebut adalah “Aisyah Part II,” yang menunjukkan keberanian Five Minutes untuk mengeksplorasi genre di luar kebiasaan.
Meskipun tidak semua eksperimen ini sukses secara komersial, langkah tersebut menunjukkan komitmen mereka untuk tetap relevan tanpa kehilangan jati diri.
Ciri Khas Musik dan Tema Lirik
Musik Five Minutes dikenal karena perpaduan emosi romantik dan energi rock. Aransemen mereka cenderung menggunakan progresi chord sederhana, namun diperkaya dengan lapisan synthesizer dan melodi keyboard khas Ricky.
Dari sisi lirik, tema yang paling sering muncul adalah cinta, kesetiaan, perpisahan, dan keteguhan hati. Lagu-lagu seperti:
- “Bertahan,”
- “Salah Apa,”
- “Aku Akan Pergi,”
- “Selamat Tinggal,”
menjadi representasi dari tema tersebut.
Pendekatan lirik mereka yang lugas membuat lagu Five Minutes mudah diingat, sementara aransemen yang kuat memastikan daya tahan di berbagai era.
Lagu-Lagu Ikonik
Beberapa lagu yang paling berpengaruh dalam karier Five Minutes antara lain:
- “Selamat Tinggal” (1995) – lagu balada klasik yang menjadi pintu masuk mereka ke industri nasional.
- “Salah Apa” (2003) – lagu ini sempat menduduki posisi #1 tangga lagu radio selama lebih dari 10 minggu, menjadikannya salah satu single tersukses mereka.
- “Bertahan” (2007) – anthem modern Five Minutes yang memperkenalkan mereka ke generasi baru.
- “SKSJ (Semakin Ku Kejar Semakin Kau Jauh)” – menampilkan vokal khas Richie dan menjadi favorit konser.
- “Pelukan Mesra” (2021) – menandai konsistensi mereka di era digital dengan aransemen yang lebih lembut dan produksi modern.
Fakta Unik dan Prestasi

- Juara Festival Band Se-Jabar–DKI (1994) – tonggak awal yang membawa mereka dikenal luas.
- Lagu “Salah Apa” menjadi salah satu dari sedikit lagu lokal yang menembus peringkat puncak radio nasional lebih dari dua bulan berturut-turut.
- Eksperimen Latin Rock di tahun 2011 menjadikan Five Minutes salah satu dari sedikit band pop Indonesia yang berani keluar dari zona nyaman.
- Identitas visual sarung mereka di era 1990-an menjadi bagian dari sejarah budaya pop Indonesia, bahkan disebut oleh media sebagai simbol kreativitas lokal.
- Pada 2024, mereka merayakan 30 tahun perjalanan karier dengan peluncuran kembali beberapa lagu lawas versi remaster dan konser reuni di Bandung.
Perubahan Vokalis dan Adaptasi Era Digital
Salah satu tantangan terbesar band ini datang pada tahun 2022, ketika Richie Setiawan, vokalis yang sudah bergabung sejak 2006, memutuskan hengkang karena perbedaan visi dan komitmen internal.
Untuk mengisi posisi tersebut, Five Minutes mengadakan audisi terbuka melalui media sosial. Dari proses tersebut, terpilihlah Ali Sabat sebagai vokalis baru. Kehadiran Ali memberikan nuansa segar bagi band yang kini memasuki era digital secara penuh.
Formasi terbaru Five Minutes per 2025:
- Ricky Tjahyadi – keyboard
- Drie Warnanta – bass
- Roelhilman – gitar
- Aria Yudhistira – drum
- Ali Sabat – vokal
Dengan line-up baru ini, mereka merilis single “Menanggung Rindu” pada 2022 dan “Dengarkan Suara Kami” pada 2025, keduanya memperlihatkan kesinambungan antara karakter lama dan inovasi baru.
Konsistensi dan Loyalitas Penggemar

Salah satu alasan Five Minutes mampu bertahan lama adalah basis penggemar yang solid, dikenal sebagai FIVERS. Komunitas ini telah mendukung band sejak era kaset dan CD hingga kini di platform digital seperti Spotify dan YouTube.
FIVERS tidak hanya hadir di Indonesia, tetapi juga di komunitas diaspora Indonesia di Malaysia dan Brunei Darussalam, yang masih mengikuti lagu-lagu mereka.
Menurut Drie dalam sebuah wawancara (2023):
“Kami berutang pada FIVERS. Mereka bukan sekadar penggemar, tetapi keluarga yang terus menemani kami sejak awal.”
Pengaruh terhadap Industri Musik
Five Minutes dianggap sebagai bagian dari gelombang “Band Bandung” yang menguasai industri musik Indonesia pada akhir 1990-an dan awal 2000-an. Bersama nama-nama seperti /rif, PAS Band, Cokelat, dan The Titans, mereka membuktikan bahwa Bandung merupakan salah satu pusat kreativitas musik nasional.
Ciri khas Five Minutes — lirik jujur, harmoni keyboard kuat, serta performa panggung emosional — turut menginspirasi banyak band generasi berikutnya di ranah pop rock.
Mereka juga menjadi contoh bahwa adaptasi dan kesetiaan pada jati diri musik dapat berjalan beriringan. Di era digital yang menuntut kecepatan dan tren viral, Five Minutes tetap berpegang pada kualitas komposisi dan kekuatan pesan emosional.
Tantangan dan Daya Tahan
Seperti banyak band berumur panjang, Five Minutes juga menghadapi tantangan internal dan eksternal:
- Perubahan pasar musik – dari era fisik ke digital memaksa mereka beradaptasi dengan streaming dan promosi media sosial.
- Pergantian anggota – beberapa kali mengancam stabilitas band, tetapi berhasil diatasi dengan komunikasi terbuka dan pemilihan anggota baru yang sevisi.
- Citra publik – perubahan gaya dari sarung ke tampilan rock sempat menimbulkan pro-kontra, namun akhirnya diterima karena dianggap evolusi wajar.
Kekuatan utama Five Minutes adalah soliditas dua pendiri utama, Ricky dan Drie. Selama lebih dari 30 tahun, keduanya menjadi jangkar yang menjaga konsistensi arah musik dan identitas band.
Analisis Musik dan Estetika

Secara musikal, lagu-lagu Five Minutes menampilkan keseimbangan antara melodi kuat dan kesederhanaan struktural.
- Progresi chord mereka umumnya mengikuti pola pop standar, tetapi penggunaan synth pad dan string section elektronik memberi nuansa cinematic.
- Ricky sebagai keyboardist memainkan peran penting dalam menciptakan atmosfer emosional lagu-lagu Five Minutes.
- Vokal (baik Sanny, Richie, maupun Ali Sabat) menonjolkan warna suara nasal khas Indonesia, membuat lagu-lagu mereka mudah diterima lintas generasi.
Lirik Five Minutes sering kali bersifat melankolis namun optimistis, menggambarkan perjuangan dalam cinta dan kehidupan. Tema seperti “keteguhan hati” dan “ketulusan” menjadi fondasi pesan moral mereka, sesuatu yang jarang berubah sejak era pertama.
Karya Terbaru dan Relevansi Saat Ini
Pada tahun 2025, Five Minutes kembali menunjukkan eksistensinya melalui single “Dengarkan Suara Kami”, yang dirilis secara digital di Spotify dan YouTube Music. Lagu ini mengusung pesan solidaritas dan semangat positif, berbeda dari tema cinta patah hati yang biasanya mereka bawakan.
Video musiknya menampilkan gaya visual modern — penggunaan warna neon, gaya berpakaian streetwear, dan konsep sinematografi urban. Ini menunjukkan bahwa Five Minutes mampu beradaptasi tanpa kehilangan akar musikalnya.
Secara streaming, katalog lagu mereka telah melampaui 100 juta pemutaran di Spotify, menunjukkan daya tahan musik mereka di era digital. Lagu “Bertahan” dan “Salah Apa” tetap menjadi favorit pengguna, membuktikan relevansi lintas generasi.
Lebih dari tiga dekade setelah dibentuk, Five Minutes membuktikan diri sebagai salah satu band pop rock Indonesia paling konsisten dan berpengaruh. Dari kemenangan festival lokal hingga panggung nasional, dari era kaset hingga streaming, mereka tetap menjaga idealisme musik dan koneksi dengan pendengar.
Kisah Five Minutes adalah contoh keteguhan, adaptasi, dan integritas seni. Mereka bukan hanya band nostalgia, tetapi institusi musik yang terus berevolusi bersama zaman.
Dalam industri yang sering melupakan sejarah, Five Minutes menjadi pengingat bahwa ketulusan, kerja keras, dan semangat persahabatan dapat menjadikan musik bertahan — bahkan melampaui generasi.