Kampung Starling Kwitang 500 Pedagang Kopi Tinggal di Sana

Kampung Starliing di Jantung Jakarta

Siapa sangka, di tengah kepadatan dan lalu lintas yang tak pernah tidur di Jakarta Pusat, ada satu kampung yang hidupnya berdenyut lewat aroma kopi sachet. Namanya Kwitang—tepat di belakang Pasar Buku lama yang kini jadi kenangan, berdiri ratusan rumah yang sebagian besar penghuninya menyimpan satu profesi yang sama: penjual kopi keliling alias “Starling”.

Lebih dari 500 pedagang kopi keliling tinggal dan bertumpu di kawasan ini. Mereka bukan hanya menjual kopi, mereka membawa cerita. Lewat sepeda yang dimodifikasi menjadi etalase berjalan, suara klakson kecil mereka jadi alarm pagi di perempatan lampu merah, taman kota, dan halte Transjakarta. Kwitang bukan cuma tempat tinggal; ini adalah jantung operasional “Starling Jakarta”.

Kopi Instan yang Berjalan

Fenomena “Starling” (akronim dari Starbucks Keliling) bukan barang baru. Namun, tak banyak yang tahu bahwa banyak dari para pedagang itu berkumpul di satu titik—Kwitang. Menurut data warga setempat, jumlah mereka bisa mencapai lebih dari 500 orang, tersebar dalam RT dan RW yang padat dan saling berjejaring kuat.

Mayoritas Starling di Kwitang adalah pria usia produktif hingga kepala keluarga. Mereka keluar rumah sejak pukul lima pagi, menyusuri jalan protokol seperti Thamrin, Sudirman, Cikini, hingga Monas, dengan satu misi: menjajakan secangkir kopi sachet dengan air termos hangat dan kursi lipat plastik, untuk pelanggan jalanan hingga pegawai kantoran.

Mereka menjual lebih dari kopi: rokok, permen, hingga sedotan dan tisu. Beberapa bahkan menerima “request lagu” dari pelanggan tetap. Yang mereka tawarkan bukan sekadar produk, melainkan suasana: nongkrong murah meriah, dengan sentuhan manusia.

Ini Dia Kampung Komunitas dan Kopi

Kwitang bukan hanya tempat tinggal bagi para pedagang kopi, tetapi juga menjadi komunitas sosial yang saling menopang. Di sela kesibukan, para pedagang saling berbagi rute, berbagi info titik nongkrong yang ramai, bahkan saling pinjam termos atau stok minuman.

Anak-anak mereka sekolah di sekitaran Salemba dan Senen, beberapa istri turut membantu meracik kopi malam sebelumnya. Dalam banyak kasus, Starling adalah sumber utama nafkah keluarga. Tak jarang pula, komunitas ini membuat arisan, bakti sosial, bahkan pengajian khusus untuk Starling.

Namun hidup sebagai pedagang kopi jalanan tidak selalu mudah. Hujan deras bisa jadi mimpi buruk. Petugas ketertiban bisa datang tiba-tiba. Kompetisi makin padat, dan pelanggan yang semakin digital membuat penghasilan tak selalu pasti. Tapi komunitas Kwitang tetap bertahan. Karena bagi mereka, jualan kopi bukan cuma kerja—tapi budaya.

Dari Kopi yang Menyambung Hidup

Kwitang adalah pengingat bahwa Jakarta bukan hanya gedung pencakar langit dan mobil listrik, tetapi juga pedal sepeda yang membawa termos kopi dan harapan. Kampung Starling ini adalah simbol dari ketekunan, kreativitas warga urban, dan kekuatan bertahan di tengah kota yang terus berubah.

Selama masih ada orang yang butuh rehat di trotoar dengan secangkir kopi panas, para pedagang dari Kwitang akan tetap ada. Tak perlu logo hijau atau gelas karton mewah—kopi sachet di kursi plastik itu tetap bisa jadi pelipur lelah bagi siapa pun yang melintasi hiruk pikuk ibu kota.

loopersc.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *