Menjaga Primata yang Terancam Punah
Di tengah riuhnya isu lingkungan yang terus bergulir, nama Rahayu Oktaviani mungkin belum sepopuler aktivis iklim internasional. Namun, di lereng-lereng hutan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Jawa Barat, ia adalah pahlawan yang tanpa pamrih telah mendedikasikan 17 tahun hidupnya untuk melindungi owa jawa, salah satu primata langka endemik Pulau Jawa.
Dengan karakter khasnya yang lincah dan bermata bulat, owa jawa merupakan simbol keseimbangan ekosistem hutan. Namun populasi mereka terus terancam oleh perburuan, perdagangan ilegal, dan deforestasi.
Perjalanan Awal: Dari Lulusan Biologi ke Lapangan Rimba
Perjalanan Rahayu dimulai sejak ia lulus dari jurusan Biologi di tahun 2007. Bukannya memilih karier laboratorium atau institusi besar, ia justru memilih bekerja langsung di lapangan—menyusuri jalur-jalur hutan, mengamati perilaku owa, dan melakukan edukasi masyarakat.
“Saya jatuh cinta sejak pertama kali mendengar suara mereka bersahutan di pagi hari,” ujarnya dalam sebuah wawancara dokumenter.
Selama 17 tahun, ia tidak hanya menjadi peneliti, tetapi juga pendamping konservasi, pelatih pemuda lokal, hingga penghubung antara masyarakat adat dan pemerintah.
Upaya Nyata di Tengah Tantangan Berat
Rahayu bukan tanpa rintangan. Ia harus berhadapan dengan minimnya pendanaan, medan terjal, hingga resistensi dari warga yang belum memahami pentingnya melindungi owa jawa. Belum lagi tekanan emosional dari melihat habitat hutan terus menyusut.
Namun, perlahan-lahan ia membangun kepercayaan masyarakat. Ia menginisiasi program adopsi pohon inang owa, membangun kerja sama dengan petani untuk tidak membuka lahan di zona kritis, serta menyelenggarakan kampanye pendidikan lingkungan di sekolah-sekolah sekitar taman nasional.

Data, Dedikasi, dan Dampak
Berkat kerja konsisten Rahayu dan timnya, data populasi owa jawa kini lebih terpantau. Beberapa individu yang dulu terluka akibat jebakan kini telah berhasil direhabilitasi dan dikembalikan ke habitatnya. Ia juga mendorong pendekatan konservasi berbasis komunitas, di mana masyarakat lokal dilibatkan sebagai penjaga hutan.
Lebih dari sekadar pelindung primata, Rahayu adalah simbol konservasi kolaboratif dan keuletan perempuan dalam ekosistem kerja yang sering maskulin.
Melindungi, Bukan Sekadar Meneliti
Di dunia yang cepat berubah, di mana berita tentang kehilangan spesies semakin sering terdengar, kisah Rahayu Oktaviani mengingatkan kita bahwa harapan masih ada—asal ada yang bersedia tinggal lebih lama, berjalan lebih jauh, dan mencintai lebih dalam.
Dan selama masih ada suara owa jawa yang menggema dari balik hutan, kita tahu bahwa di sana, ada seseorang yang menjaganya dengan hati dan sepenuh jiwa.